Sebuah
kisah untuk dijadikan pengalaman sebagai pelajaran.
Sebagai orang tua kita patut juga menghalangi perbuatan pasangan untuk memukul sang buah hati. Khususnya pada anak-anak yang masih kecil dan tak tahu apa-apa. Mengajar dengan cara memukul bukanlah cara terbaik.
Sebagai orang tua kita patut juga menghalangi perbuatan pasangan untuk memukul sang buah hati. Khususnya pada anak-anak yang masih kecil dan tak tahu apa-apa. Mengajar dengan cara memukul bukanlah cara terbaik.
Begini
kisah nyatanya:
Sepasang
suami isteri seperti pasangan lain di kota-kota besar meninggalkan anak-anak
untuk diasuh pembantu rumah ketika mereka bekerja. Anak tunggal pasangan ini,
perempuan berusia tiga setengah tahun. Sendirian di rumah, dia sering dibiarkan
pembantunya yang sibuk bekerja.
Dia
bermain diluar rumah. Dia bermain ayunan, berayun-ayun di atas ayunan yang
dibeli papanya, ataupun memetik bunga matahari, bunga kertas dan lain-lain di
halaman rumahnya.
Suatu
hari dia melihat sebatang paku karat. Dia pun mencoret semen tempat mobil
ayahnya diparkirkan tetapi karena lantainya terbuat dari marmer, coretan tidak
kelihatan. Dicobanya pada mobil baru ayahnya. Ya… karena mobil itu bewarna
gelap, coretannya tampak jelas. Apa lagi kanak-kanak ini pun membuat coretan
sesuai dengan kreativitasnya.
Hari itu bapak dan ibunya mengendarai motor ke tempat kerja karena jalan macet. Setelah sang anak mencoret penuh sisi yang sebelah kanan dia beralih ke sebelah kiri mobil. Dibuatnya gambar ibu dan ayahnya, gambarnya sendiri, lukisan ayam, kucing dan lain sebagainya mengikuti imaginasinya. Kejadian itu berlangsung tanpa disadari si pembantu rumah.
Pulang petang itu, terkejutlah ayah ibunya melihat mobil yang baru setahun dibeli dengan angsuran. Si bapak yang belum lagi masuk ke rumah ini pun terus menjerit, “Kerjaan siapa ini?” Pembantu rumah yang tersentak dengan jeritan itu berlari keluar. Dia juga beristighfar. Mukanya merah padam ketakutan lebih-lebih melihat wajah bengis tuannya.
Sekali lagi diajukan pertanyaan keras kepadanya, dia terus mengatakan ‘Tak tahu… !” “Kamu dirumah sepanjang hari, apa saja yg kau lakukan?” hardik si isteri lagi. Si anak yang mendengar suara ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari kamarnya. Dengan penuh manja dia berkata “Ita yg membuat itu papa…. cantik kan!” katanya sambil memeluk papanya ingin bermanja seperti biasa. Si ayah yang hilang kesabaran mengambil sebatang ranting kecil dari pohon bunga raya di depannya, terus dipukulkannya berkali-kali ke telapak tangan anaknya.
Hari itu bapak dan ibunya mengendarai motor ke tempat kerja karena jalan macet. Setelah sang anak mencoret penuh sisi yang sebelah kanan dia beralih ke sebelah kiri mobil. Dibuatnya gambar ibu dan ayahnya, gambarnya sendiri, lukisan ayam, kucing dan lain sebagainya mengikuti imaginasinya. Kejadian itu berlangsung tanpa disadari si pembantu rumah.
Pulang petang itu, terkejutlah ayah ibunya melihat mobil yang baru setahun dibeli dengan angsuran. Si bapak yang belum lagi masuk ke rumah ini pun terus menjerit, “Kerjaan siapa ini?” Pembantu rumah yang tersentak dengan jeritan itu berlari keluar. Dia juga beristighfar. Mukanya merah padam ketakutan lebih-lebih melihat wajah bengis tuannya.
Sekali lagi diajukan pertanyaan keras kepadanya, dia terus mengatakan ‘Tak tahu… !” “Kamu dirumah sepanjang hari, apa saja yg kau lakukan?” hardik si isteri lagi. Si anak yang mendengar suara ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari kamarnya. Dengan penuh manja dia berkata “Ita yg membuat itu papa…. cantik kan!” katanya sambil memeluk papanya ingin bermanja seperti biasa. Si ayah yang hilang kesabaran mengambil sebatang ranting kecil dari pohon bunga raya di depannya, terus dipukulkannya berkali-kali ke telapak tangan anaknya.
Si
anak yang tak mengerti apa-apa terlolong-lolong kesakitan sekaligus ketakutan.
Puas memukul telapak tangan, si ayah memukul pula belakang tangan anaknya. Si
ibu cuma mendiamkan saja, seolah merestui dan merasa puas dengan hukuman yang
dikenakan. Pembantu rumah terbengong, tidak tahu harus berbuat apa? Si bapak
cukup keras memukul-mukul tangan kanan dan kemudian tangan kiri anaknya.
Setelah
si bapak masuk ke rumah dituruti si ibu, pembantu rumah menggendong anak kecil
itu, membawanya ke kamar. Dilihatnya telapak tangan dan belakang tangan si anak
kecil luka-luka dan berdarah. Pembantu rumah memandikan anak kecil itu. Sambil
menyiram air sambil dia ikut menangis. Anak kecil itu juga terjerit-jerit
menahan kepedihan saat luka-lukanya itu terkena air. Si pembantu rumah kemudian
menidurkan anak kecil itu. Si bapak sengaja membiarkan anak itu tidur bersama
pembantu rumah.
Keesokkan
harinya, kedua belah tangan si anak bengkak. Pembantu rumah mengadu. “Oleskan
obat saja!” jawab tuannya, bapak si anak. Pulang dari kerja, dia tidak
memperhatikan anak kecil itu yang menghabiskan waktu di kamar pembantu. Si
bapak konon mau mengajar anaknya. Tiga hari berlalu, si ayah tidak pernah
menjenguk anaknya sementara si ibu juga begitu tetapi setiap hari bertanya
kepada pembantu rumah. “Ita demam…” jawap pembantunya ringkas.”Kasih minum obat
penurun panas ,” jawab si ibu.
Sebelum
si ibu masuk kamar tidur dia menjenguk kamar pembantunya. Saat dilihat anaknya
Ita dalam pelukan pembantu rumah, dia menutup lagi pintu kamar pembantunya.
Memasuki hari keempat, pembantu rumah memberitahukan tuannya bahwa suhu badan
Ita terlalu panas. “Sore nanti kita bawa ke klinik” kata majikannya itu. Sampai
saatnya si anak yang sudah lemah dibawa ke klinik. Dokter mengarahkan ia
dirujuk ke hospital karena keadaannya serius. Setelah seminggu di rawat inap
doktor memanggil bapak dan ibu anak itu.
“Tidak
ada pilihan..” katanya yang mengusulkan agar kedua tangan anak itu diamputasi
karena gangren yang terjadi sudah terlalu parah.
“Tangannya
sudah bernanah, demi menyelamatkan nyawanya kedua tangannya perlu dipotong dari
siku ke bawah” kata doktor.
Si bapak dan ibu bagaikan terkena halilintar mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti berputar, tapi apa yang dapat dikatakan. Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata isterinya, si bapak terketar-ketar menandatangani surat persetujuan pembedahan.
Si bapak dan ibu bagaikan terkena halilintar mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti berputar, tapi apa yang dapat dikatakan. Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata isterinya, si bapak terketar-ketar menandatangani surat persetujuan pembedahan.
Keluar
dari bilik pembedahan, selepas obat bius yang disuntikkan habis, si anak
menangis kesakitan. Dia juga heran melihat kedua tangannya berbalut kasa putih.
Ditatapnya muka ayah dan ibunya. Kemudian ke wajah pembantu rumah. Dia
mengerutkan dahi melihat mereka semua menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si
anak bersuara dalam linangan air mata.
“Papa..
Mama… Ita tidak akan melakukannya lagi. Ita tak mau dipukul papa. Ita tak mau
jahat. Ita sayang papa.. sayang mama.” katanya berulang kali membuatkan si ibu
gagal menahan rasa sedihnya.
“Ita
juga sayang Kak Narti..” katanya memandang wajah pembantu rumah, sekaligus
membuatkan gadis itu meraung histeris.
“Papa.. kembalikan tangan Ita. Untuk apa diambil.. Ita janji nggak akan mengulanginya lagi! Bagaimana caranya Ita mau makan nanti? Bagaimana Ita mau bermain nanti? Ita janji tdk akan mencoret-coret mobil lagi,” katanya berulang-ulang.
Serasa copot jantung si ibu mendengar kata-kata anaknya. Meraung-raung dia sekuat hati namun takdir yang sudah terjadi, tiada manusia dapat menahannya.
“Papa.. kembalikan tangan Ita. Untuk apa diambil.. Ita janji nggak akan mengulanginya lagi! Bagaimana caranya Ita mau makan nanti? Bagaimana Ita mau bermain nanti? Ita janji tdk akan mencoret-coret mobil lagi,” katanya berulang-ulang.
Serasa copot jantung si ibu mendengar kata-kata anaknya. Meraung-raung dia sekuat hati namun takdir yang sudah terjadi, tiada manusia dapat menahannya.
—
Teman-teman, pelajaran berharga apa yang dapat kita petik dari kisah nyata ini,
Teman-teman, pelajaran berharga apa yang dapat kita petik dari kisah nyata ini,
silahkan
LIKE dan tulis komentar Anda lalu share kepada orang-orang disekitar Anda, agar
hal yang sama tidak terjadi di keluarga lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar